Gedung Nasional Indonesia |
Salah satu bangunan bersejarah yang ada di Surabaya adalah Gedung Nasional Indonesia, yang berlokasi di Jalan Bubutan. Gedung ini dibangun atas inisiatif Dr. Soetomo sepulangnya dia dari menyelesaikan studi di Amsterdam dan menjadi saksi dari pergerakan pemuda-pemuda Indonesia di sana.
Pada tanggal 11 Juli 1924, Dr. Soetomo mendirikan sebuah perkumpulan bernama Indonesische Studiclub (IS) berkat pengalaman organisasinya di Belanda. Pada masa itu, rapat-rapat umum hanya dilaksanakan di bisokop dan sifatnya tidak teratur. Karena ketiadaan tempat rapat inilah, Dr. Soetomo berinisiatif untuk mendirikan Gedung Nasional Indonesia.
Ide dari Dr. Soetomo ini mendapat sambutan dari teman-teman seperjuangannya yang merupakan anggota dari IS seperti R.M.H. Soejono, R.P. Soenario Gondokoesoemo, R. Soendjoto, dan Achmad Jais. Akhirnya, pada tanggal 21 Juni 1930, di hadapan notaris H.W. Hasenberg, Surabaya (yang kemudian disahkan oleh Raad van Justitia Surabaya dan Hooggerechten Batavia) didirikanlah sebuah yayasan (stichting) dengan nama Stichting Gedung Nasional Indonesia.
Kepengurusan pertamanya adalah sebagai berikut:
Ketua : Dr. Soetomo
Penulis : R.P. Soenario Gondokoesoemo
Bendahara : R.M.H. Soejono
Komisaris : R. Soendjoto
Komisaris : Achmad Jais
Modal awal didapatkan dari sumbangan para pendiri sebesar f. 10.000. Dana ini ditambah dengan uang hasil dari Pasar Derma Nasional yang dilaksanakan di Kranggan, yang salah satunya adalah cek sebesar f. 30.000 dari seorang tamu yang tak mau disebutkan namanya. Selain itu, sumbangan juga datang dari seluruh Indonesia. Banyak anak-anak kecil yang juga ikut menyerahkan celengannya secara langsung kepada Dr. Soetomo. Dan Cak Durasim yang menghibur dengan ludruknya pada Pasar Derma tersebut juga menolak menerima upah sebagai bentuk dukungan pendirian gedung ini.
Peletakan soko guru pendopo dilakukan oleh Dr. Soetomo selaku ketua pada tanggal 11 Juli 1930. Sementara itu, batu pertama pagar GNI dipasang oleh Kaum Isteri Indonesia pada tanggal 13 Juli 1930. Kini, gedung ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemerintah Kota Surabaya.
Sejarah Gedung Nasional Indonesia (GNI) dari Zaman ke Zaman
1930 – 1942: GNI digunakan sebagai tempat rapat-rapat umum dan politik, salah satunya adalah Kongres Indonesia Raya ke-1 tanggal 1 – 3 Januari 1932.
1942 – Sebelum Proklamasi: Karena partai politik dilarang, GNI hanya digunakan sebagai gedung pertemuan dan kesenian.
Setelah Proklamasi: GNI menjadi pusat gerakan rakyat seperti Fonds Kemerdekaan Indonesia. Hingga akhir November 1945, GNI menjadi Pusat Darurat bagi BKR.
1949 – seterusnya: Pendopo GNI tetap menjadi balai pertemuan umum, dengan prioritas untuk persidangan, rapat, dan pertunjukan ludruk.
WAKTU OPERASIONAL
-
SPOT/ATRAKSI MENARIK
1. Pendopo
Pendopo Gedung Nasional Indonesia |
Seperti telah disebutkan di atas, pendopo ini merupakan bangunan utama yang dikhususkan untuk persidangan, rapat umum, dan pertunjukan ludruk. Pendopo ini berbentuk seperti pendopo Jawa pada umumnya dengan atap limas dan banyak pilar (soko) dari kayu. Pada bagian dinding pendopo, terdapat plakat yang berisi kata-kata dari Presiden Soekarno. Di sisi lain, kita bisa menemukan foto hitam putih dari Dr. Soetomo.
Foto Dr. Sutomo |
Di bagian depan pendopo, terdapat patung Dr. Soetomo, yang di bawahnya terdapat keterangan tentang peresmian oleh Walikota Surabaya Drs. Moehadi Widjaja pada tanggal 31 Mei 1980.
Patung Dr. Soetomo |
Di bagian kanan pendopo, terdapat sebuah tiang penanda dengan plakat yang menceritakan tentang sejarah penggunaan gedung untuk persiapan Rapat Samodra yang menentang larangan Kenpetai.
Di bagian belakang pendopo, kita bisa menemukan sebuah taman kecil yang asri.
Taman di sekitar Gedung Nasional Indonesia |
Sekarang Pendopo GNI digunakan sebagai gedung serbaguna untuk berbagai acara, antara lain resepsi pernikahan, pameran foto, dll.
2. Paviliun
Selain pendopo, terdapat paviliun di sisi kiri dan kanan Gedung Nasional Indonesia. Paviliun ini pernah dijadikan markas oleh arek-arek Suroboyo dalam masa penjajahan. Paviliun ini dibangun oleh pemuda-pemuda Indonesia (Jong Java, Jong Sumatra, Jong Celebes, dll). Kedua bangunan memiliki bentuk memanjang dan tampak simetris.
Namun, paviliun sebelah kanan (selatan) terkena mortir pada tanggal 29 November 1945. Sebagian besar bangunan hancur, yang menyisakan hanya bagian depannya saja. Sampai saat ini, paviliun ini tidak dibangun ulang sehingga bila kita mampir ke sana, masih akan terlihat jelas bekas-bekas terbakar dan kerusakan akibat serangan mortir tersebut. Bangunan ini sengaja tidak direnovasi untuk menunjukkan kepada kita seberapa besar usaha para pemuda Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaannya. Paviliun ini kini digunakan sebagai Poliklinik Umum.
Paviliun selatan Gedung Nasional Indonesia |
Bekas ledakan mortir |
Paviliun Selatan dilihat dari depan |
Paviliun sebelah kiri masih utuh. Bangunan ini tampak lebih baru dengan cat dinding berwarna hijau. Kini bangunan ini digunakan sebagai STM Bubutan dan kantor Panjebar Semangat.
Paviliun utara Gedung Nasional Indonesia |
STM Bubutan dan kantor Panjebar Semangat |
3. Makam Dr. Soetomo
Di antara kedua paviliun tersebut, terdapat makam Dr. Soetomo. Beliau meninggal pada tanggal 30 Mei 1938.
Makam ini dijaga oleh seorang perempuan sepuh bernama Bu Murtiningrum. Dari beliaulah kita bisa mendapat banyak cerita mengenai GNI dan Dr. Soetomo serta beberapa cerita lainnya mengenai Surabaya dan sejarahnya.
Bu Murtiningrum |
TIKET MASUK
-
CARA MENUJU GEDUNG NASIONAL INDONESIA (GNI)
1. Terminal Bungurasih
- Naik Damri jurusan Tanjung Perak, turun di Jl. Bubutan.
2. Terminal Joyoboyo
- Naik lyn M, turun di Jl. Bubutan.
3. Terminal Bratang
- Naik lyn N, turun di Jl. Bubutan.
Peta Lokasi Gedung Nasional Indonesia (GNI)
ALAMAT GEDUNG NASIONAL INDONESIA (GNI)
Jl. Bubutan 85 – 87, Surabaya
Sumber:
- Lembar Fotokopian dari Gedung Nasional Indonesia
- Liputan dan Wawancara oleh Tim Inilah Surabaya!
No comments:
Post a Comment